Thailand kalahkan malaysia di babak semifinal piala AFF dan memastikan diri masuk ke Final AFF untuk melawan Singapura. Sepakbola Thailand memang diakui banyak pihak masih yang terunggul di wilayah regional ASEAN ini.
Malaysia kalah 2-0 dari Thailand
Kemenangan ini diraih oleh Thailand dengan agregat 3-1. Di mana sebelumnya dalam laga pertama di bukit jalil, thailand bisa menahan imbang Malaysia 1-1. Kemudian dalam laga yang kedua di Stadion Supachalasai, Bangkok, Thailand menang 2-0 atas Malaysia. Kemenangan ini menghantarkan Thailand menemui Singapura yang juga baru saja mengalahkan Filipina.
Sebagai catatan, dalam laga penentuan ini Thailand tidak didampingi pelatih Winfried Schaefer yang menjalani sanksi. Pertandingan inipun pada mulanya berjalan imbang sampai akhirnya salah satu pemain malaysia Fadhli Shah diganjar kartu merah (akumulasi kartu kuning) dan harus meninggalkan lapangan menjelang akhir babak pertama.
Dengan hanya bermain 10 pemain, Malaysia mulai kerepotan melayani permainan Thailand. Adapun kedua gol Thailand dicetak oleh Teerasil Dangda dan Theerathon. Setelah tertinggal 2-0 Malaysia pun terlihat mengubah pola permainan menjadi menyerang penuh dan memasukkan Safee Sali. Tapi walaupun menemukan peluang pada menit ke 83, malaysia gagal mengubahnya menjadi gol, sehingga sampai peluit berbunyi Thailand tetap unggul 2-0.
Atas nama nasionalisme kita wajar jengkel dengan beberapa pihak Malaysia yang melecehkan sepakbola Indonesia. Tapi atas dasar sportifitas kita harus mengakui bahwa pengelolaan sepakbola kita memang amburadul dan belum bisa membantu pemain menemukan potensi terbaiknya. Sepertinya sang Garuda kebanggaan kita sedang bingung, ....bagaimana caranya terbang jika sayapnya yang satu ditarik PSSI dan sayap yang lainnya ditarik KPSI.
Untuk kali ini kita harus memberi selamat saja untuk Thailand dan Singapura yang bisa menjadi raksasa sepakbola ASEAN. Tapi tunggu saja sampai sepakbola Indonesia rampung membereskan masalah "rumah tangga" yang memalukan ini.
Atas nama nasionalisme kita wajar jengkel dengan beberapa pihak Malaysia yang melecehkan sepakbola Indonesia. Tapi atas dasar sportifitas kita harus mengakui bahwa pengelolaan sepakbola kita memang amburadul dan belum bisa membantu pemain menemukan potensi terbaiknya. Sepertinya sang Garuda kebanggaan kita sedang bingung, ....bagaimana caranya terbang jika sayapnya yang satu ditarik PSSI dan sayap yang lainnya ditarik KPSI.
Untuk kali ini kita harus memberi selamat saja untuk Thailand dan Singapura yang bisa menjadi raksasa sepakbola ASEAN. Tapi tunggu saja sampai sepakbola Indonesia rampung membereskan masalah "rumah tangga" yang memalukan ini.
